12.15.2010

perenungan (1)

Sebuah kebiasaan saya, sebelum tidur selalu mengecek hp, meletakkannya di samping bantal, memastikan tidak ada sms yang belum terbaca, atau meluangkan waktu sebentar untuk sekedar melihat jejaring sosial dunia maya.
Juga malam ini, Iseng-iseng saya searching di google dengan kata kunci nama saya.  Page yang saya temukan tak lebih dari blog pribadi, akun di twitter, facebook dan page lain yang secara acak digabung-gabungkan sendiri oleh google.
Beralih dengan kata kunci lain, kali ini saya memilih nama-nama sahabat saya. Beberapa diantaranya mengantarkan saya ke blog pribadi mereka yang selama ini tidak dipublish. Sebutlah Bunga, salah satu sahabat saya. Di blog pribadinya, tersebutlah kekecewaan atas sebuah kegagalan yang ia dapatkan.
Saya jadi ingin flashback tentang kisah saya sendiri.  Tentang kekecewaan yang akhirnya saya belajar tentang rasa syukur dan keikhlasan. .
Dari kecil, saya selalu mendapatkan apa yang saya inginkan.  Pencapaian-pencapaian yang luar biasa bagi saya, tentu saja dengan kerja keras. Saya aktif dan tidak suka berdiam diri. Berusaha inovatif walaupun kadang “ga mutu”.
Sampai akhirnya saya berada disuatu titik yang penting dalam kehidupan saya selanjutnya. Menyelesaikan studi S1. Dari dulu pola pikir saya terbentuk bahwa S1 adalah sebuah batu loncatan besar dalam kehidupan saya selanjutnya. Maka, Obsesi saya untuk segera lulus pun semakin besar dan menggebu.  Keinginan, harapan, manusia bisa menentukannya. Berangan-angan. Tapi Tuhanlah yang memutuskan.  Saya dihadapkan pada situasi yang cukup berat, sakit ginjal kronik.
Bukan saja harus menunda kuliah saya, tapi saya juga “kehilangan” masa-masa saya bersama sahabat-sahabat saya. Kami berjuang bersama, bercita-cita selesai bersama, tapi jalan kami memang berbeda. Saya kecewa waktu itu, sangat kecewa. Terbesit pula iri, juga sedih luar biasa.
Sebuah perenungan akhirnya mengajarkan saya, bahwa manusia mempunyai jalan hidupnya masing-masing. Ada masa sukses, ada  masa pula ketika kita terjatuh. Disinilah manusia diuji, kesabaran juga ketangguhannya untuk bangkit lagi.
Menyesal, ya, tapi itu dulu. Sekarang, apa yang harus saya sesali, ini jalan saya. Toh jika keadaannya dulu seperti yang saya inginkan, belum tentu lebih baik dari sekarang. Saya mendapat hal lain di saat saya kehilangan sesuatu. Ini yang terbaik, ini yang saya butuhkan. Belajar.
Saya harus percaya, bahwa kehidupan ini proses. Semua butuh waktu, entah satu menit, satu jam, enam bulan, satu tahun. Lama atau tidak, tergantung bagaimana kita menikmatinya, memanfaatkannya. Untuk apa kita sibuk menyesal, membandingkan diri kita dengan orang lain, atau justru iri dengan kesuksesan teman-teman kita. Bukankah lebih baik kita menyibukkan diri dengan membangun pribadai yang lebih baik? Membekali diri dengan belajar lebih lagi. Belajar tentang lingkungan, mengenal diri dan pengembangan diri.
Saya berharap bisa seperti itu. Tak mengenal lagi kata menyerah, menyesal. Bahwa saya harus ikhlas, sabar dan bersyukur. Kehidupan ini bukan untuk terus dibanding-bandingkan, tapi untuk diperjuangkan.  Melakukan yang terbaik yang saya bisa. Mungkin saya adalah orang yang paling belakang di trak ini,  tapi saya telah berjanji, saya akan berlari sampai akhir. J

Tidak ada komentar: